Jika Aku Menjadi Presiden Indonesia
Assalamu’alaikum....
Hai teman-teman.... Kali ini kita kembali bertemu di Zuhdialfi Notes. Ada
yang berbeda ya? Apanya? Judulnya! Kalian pasti penasaran karena aku merubah
judul dari M. Satya Zuhdialfi Notes menjadi Zuhdialfi Notes. Nanti alasan
kenapa aku merubah judul akan aku jelaskan di tulisan ‘Essay: Mengenal Author Zuhdialfi Notes’. Memang untuk saat ini belum ada tulisan tersebut karena
kuanggap tidak terlalu mendesak dan aku masih ‘digempur’ oleh tugas sekolah. Tapi
kali ini kita membahas esai lagi. Gak bosen? Gaklah! Karena esai melatih kita
menulis dan menuangkan pendapat secara positif daripada di medsos hanya membaca
dan mengomentari hoax. Esainya masih
di pelajaran yang sama yaitu PPKn. Tugasnya kali ini menulis jika seandainya
aku menjadi presiden di Indonesia. Alhamdulillah, kali ini aku bisa menulis
dengan lancar. Kalian mau tau seberapa banyak tulisanku? Satu lembar utuh di
buku tulis. Semua temanku keheranan melihat tulisanku. Disitu memang aku
berikan semua analisisku tentang semua yang terjadi di Indonesia. Semua
analisisku adalah nyata. Kalo kalian jarang baca koran atau nonton televisi
yang isinya berita, secara ringkas kalian bisa tau Indonesia itu keadaannya
seperti apa di esaiku ini. Dan kalian mau tau nilaiku? A! Sempurna! Sekali lagi
aku katakan, bukan untuk bermaksud sombong, itu adalah nilai tertinggi di
kelasku. Mari kita baca esainya....
Jika Aku
Menjadi Presiden
Hal pertama
yang aku perhatikan sebelum mencalonkan diri menjadi presiden adalah cara
memerintah para presiden terdahulu. Masing-masing presiden jelas berbeda gaya
memerintahnya. Ada yang otoriter. Ada yang berdasarkan keputusan rakyat. Ada
yang terkesan tidak tegas dalam mengambil tindakan. Ada yang selalu bersikap
tenang walaupun sedang difitnah. Ada yang humoris sehingga lawan bicara
terkesan. Tetapi caraku berbeda dari mereka.
Caraku adalah
memerintah dengan hukum Islam (karena Islam di Indonesia tergolong mayoritas
maka harus diperhatikan) dan undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu UUD
1945. Ketika memutuskan perkara hukum aku akan menggunakan sudut pandang agama
tertentu (sudah aku jelaskan di atas) dan dengan etika ketimuran kita.
Selain itu
ketika memilih seorang menteri aku memilih berdasarkan kemampuan dan
kecerdasan, bukan karena mereka adalah anggota tim suksesku. Kalo sekarang kan
para presiden memilih seorang menteri karena mereka dulunya adalah salah satu
anggota tim suksesnya. Aku juga harus mengetahui situasi global yang sedang
terjadi. Sehingga jika lawan bicara kita kebetulan membicarakan hal tersebut
setidaknya aku sudah mengetahui apa yang terjadi. Ketika mengunjungi desa atau
kota terpencil aku akan selalu menggunakan pakaian sederhana.
Selain itu,
aku juga ingin memperbaiki kondisi perekonomian negara kita. Fakta yang
menyedihkan mengenai kondisi ekonomi kita adalah; hanya 0,007% penduduk
Indonesia yang kaya raya secara material (harta benda). Artinya apa? Setiap
satu orang superkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan kekayaan 700
kepala keluarga secara standar jika digabungkan. Kita harus menghilangkan
kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Utang kita sangat menumpuk. Mau
tau jumlah utang kita? 3000 trilyun. Kita juga masih belum bisa menghasilkan
barang sendiri. Bisanya hanya mengimpor. Tak heran utang kita terus bertambah
dan membuat harga barang lokal (cabe, beras, dan lain-lain) meningkat. Maka
dari itu aku akan membuat kebijakan yang akan mensejahterakan masyarakat
Indonesia. Salah satunya mengurangi kuota impor, menurunkan jumlah pinjaman ke
luar negeri, dan mengambil laih perusahaan asing (istilah kerennya
menasionalisasi perusahaan) apabila berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
(contohnya Freeport).
Di internal,
maksudnya Indonesia, masih ada sekian masalah yang belum terselesaikan. Salah
satunya adalah masalah agama. Kadang ada orang yang sedang berpidato tiba-tiba
menyerempet masalah agama yang menyinggung perasaan umat beragama tertentu di
Indonesia. Selain itu saat ini Indonesia cenderung, maaf, bukannya ingin pro
dan kontra tetapi menjelaskan yang sebenarnya. Indonesia mulai cenderung
mengontrol kebebasan beribadah dan berdakwah umat beragama tertentu. Contohnya
Islam. Pemerintah mulai mengontrol isi ceramah dan mendakwa sejumlah ulama.
Padahal tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari Islam di Indonesia. Islam di
Indonesia damai dan saling tolong-menolong walaupun berbeda agama dan budaya.
Kalaupun teroris, mereka pasti salah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Maka dari
itu agar masalah yang sama tidak terulang kembali aku akan mengadakan diskusi
atau pertemuan antar agama. Dengan demikian akan tercipta kesepahaman. Jika
dari internal (agama) sudah rukun maka Indonesia akan terhindar dari perpecahan
hanya karena hal remeh. Oleh karena itu kita harus menjaga persatuan negara
kita, Indonesia....
Komentar
Posting Komentar