Mutiara Ramadhan 1439 H - Mushaf Utsmani
Mushaf
Usmani & Perkembangan Al-Qur’an
Dulu, ketika Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Rasulullah, para
sahabat mencatatnya di pelepah kurma kering, batu, bahkan di tulang hewan.
Setelah Rasulullah mendapat wahyu dari Allah SWT yang diturunkan melalui
malaikat Jibril, Rasulullah segera mengahafalnya dan memerintahkan para sahabat
untuk mencatatnya sekaligus menjadi penghafal Qur’an. Sayangnya, para penghafal
ini banyak yang tewas di medan peperangan, terutama di Perang Uhud.
Masa terus berlalu. Rasulullah sudah meninggal. Kepemimpinan umat Islam
diserahkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar memerintahkan penyatuan
ayat-ayat Al-Qur’an karena beliau khawatir tentang para penghafal Qur’an yang
sudah syahid. Penyatuan ayat-ayat Al-Qur’an dikoordinir oleh Umar bin Khattab
dan beberapa sahabat.
Di masa khalifah Usman bin Affan (Khulafaur Rasyidin yang ketiga),
potongan-potongan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai daerah dan berbagai bentuk
dikumpulkan. Para sahabat pun menyusunnya dengan hati-hati. Akhirnya muncullah
Al-Qur’an pertama yang sering disebut Mushaf Usmani (karena yang menyusunnya
adalah khalifah Usman).
Setelahnya, Al-Qur’an dicetak beberapa kali sehingga totalnya yang ada
pada masa itu adalah 6 buah. Salinan tersebut kemudian dikirim ke berbagai
daerah. Jika Usman menemukan Al-Qur’an yang salah cetak, dia segera
memusnahkannya.
Pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib (dia adalah salah satu anak dari
paman Nabi yang selalu melindunginya, yaitu Abu Thalib), beliau mulai mendengar
tentang permasalahan cara membaca Al-Qur’an. Akhirnya, beliau meminta salah
seorang sahabat (Alfi agak lupa namanya siapa) untuk memberi tanda dalam
membaca Al-Qur’an.
Lagi-lagi, Alfi agak lupa nama orangnya siapa, tapi yang jelas awalnya,
untuk menandai fathah atau kasrah digunakan tanda berupa titik di atas atau di
bawah. Setelahnya mulai diberikan harakat seperti yang kita kenal saat ini.
Khusus perempuan, ada larangan bagi perempuan yang sedang haid. Salah
satunya adalah membaca mushaf Qur’an. Berdasarkan pengetahuan yang Alfi peroleh
dari para ustadz dan para guru, mushaf itu adalah Al-Qur’an yang gak ada
terjemahannya. Oleh karena itu, perempuan boleh membaca Al-Qur’an yang ada
terjemahannya.
Komentar
Posting Komentar