Potret Seorang Ayah

Potret Seorang Ayah

Maaf banget Kafka-san, aku terpaksa ambil judulnya dari Bungo Stray Dogs season 3 episode 7. Bukan apa-apa, kebetulan pas sekali untuk topik yang akan kita bicarakan saat ini.

Awal mulanya gini. Saat itu, ibuku lagi nyiapin barang-barang buat balik ke Taiwan. Ceritanya, beliau lagi dapet program doktoral di sana, jurusan Ilmu Kognisi. Nah, pada satu momen gak sengaja aku liat raut wajah bapakku pas bantuin bongkar koper dari perjalanan sebelumnya. Raut wajahnya itu, menyiratkan kalo dia berusaha untuk menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab (huaa serius banget isinya).

Gak main-main biayanya buat pergi ke sana. Urus paspor dan visa aja kalo ditotal hampir sejutaan. Belum lagi tiket PP dan uang saku (meskipun dapet beasiswa dari pemerintah). Udah gitu sebelumnya masih harus kursus bahasa Mandarin. Mana Mandarin yang dipake di Taiwan masih tradisional, jadi rumitnya minta ampun. Beda ama karakter Mandarin di China. Kembali lagi ke pembahasan.

Aku tau kalo keluargaku itu gak kaya tapi juga gak miskin. Insya Allah kita itu berkecukupan, gitu kata bapakku. Inget salah satu ayat Al-Qur'an? Gak ada yang namanya orang kaya. Adanya ya cuma cukup dan miskin doang.

Dari sini aku mulai sadar bahwa pengorbanan seorang bapak juga sama besarnya dengan pengorbanan seorang ibu. Mulai dari mencari pekerjaan, mendapatkan gaji, mengelola keuangan keluarga, ikut serta dalam mengawasi kita, dan masih banyak lagi jasa-jasanya yang gak bisa aku sebutin di sini.

Seorang alumni Dewan Ambalan di sekolahku pernah berkata, "Kalo kamu sadar gimana pengorbanan orangtua kamu di luar sana gimana, pasti kamu gak akan gampang meminta uang saku. Karena apa? Dunia nyata emang lebih kejam daripada perang secara fisik. Coba deh kamu pijetin beliau abis pulang kerja, kasih teh atau kopi. Percaya deh, hati bapakmu akan luluh dan menyayangi kamu sepenuh hati tanpa perhitungan apa pun."

Komentar

Postingan Populer